karya : Mayang Anglingsari Putri
Gula adalah salah satu kebutuhan pokok yang digemari
masyaraka Indonesia. Seperti pepatah yang mengatakan “Ada Gula Ada Semut” bukan
hanya semut saja yang berlomba untuk mencicipi manisnya gula namun banyak orang
yang ikut berbisnis, berlomba lomba untuk terjun pada bisnis ini karena bisnis
gula pasir di negeri ini dianggap menjanjikan. Bisa dilihat, apa jenis makanan
dan minuman yang kita santap sehari-hari yang tidak membutuhkan gula pasir,
dari berbagai macam roti, minuman, makanan semuanya membutuhkan gula pasir
sebagai bahan baku utama maupun tambahan.
Tapi tingginya konsumsi gula itu
tidak diimbangi dengan pengolahan limbah yang maksimal di. Tingginya permintaan
konsumen, membuat tingginya juga permintaan tebu dan pengolahannya yang
dilakukan secara besar besaran. Pengolahan ini menimbulkan produksi gula yang
banyak dan juga limbah yang banyak pula. Pabrik gula merupakan
salah satu industri yang menghasilkan limbah, baik limbah padat, gas, maupun
limbah cair. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula ini menjadi salah satu
permasalahan karena dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Limbah
merupakan buangan hasil produksi yang kehadirannya pada waktu dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena akan memberikan pengaruh yang
merugikan (Saeni, 1998 dalam Adityanto, 2007). Dibandingkan dengan limbah padat
dan gas, limbah cair lebih menjadi sorotan karena limbah cair ini akan dibuang
ke sungai yang airnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat.
Limbah yang
dihasilkan dari proses produksi gula kristal dibagi menjadi limbah padat (abu,
blotong, dan ampas), limbah cair (limbah cair berat dan limbah cair ringan),
dan gas (gas dari pembakaran listrk dan dari genset listrik). Setiap jenis
limbah ini ditangani dengan cara yang berbeda.Satu diantara energi alternatif
yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan
adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang
mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula).
Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas.
Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah.
Potensi bagasse
di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun
2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping industri gula di
Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas
(bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05 persen serta abu 0,1
persen.
1.
Ampas
Ampas
diiperoleh pada stasiun penggilingan, dimana terjadi proses pemerahan tebu yang
memisahkan bagian cair dan padat. Bagian cairnya merupakan nira, sedangkan
bagian yang padatnya inilah yang disebut sebagai ampas. Ampas yang diperoleh
ini kemudian dipisahkan antara yang kasar dan halus. Ampas kasar dimanfaatkan
sebagai bahan bakar ketel uap sedangkan ampas halus (8 % tebu) dimanfaatkan
sebagai bahan campuran untuk nira kotor dalam pembuatan blotong.
Limbah ini
dapat pula dimanfaatkan menjadi kanvas rem dengan cara ampas kasar dan halus
dibakar dengan suhu 600°C, sehingga menghasilkan arang (karbon) kasar dan arang
halus.
2.
Abu
Abu adalah
limbah padat yang berasal dari sisa pembakaran pada bahan bakar boiler. Bahan
bakar boiler ini sendiri berasal dari ampas kasar hasil penggilingan.
Penanganannya Diawali dengan mengeluarkan abu yang terdapat
pada sistem boiler dengan cara abu tersebut dikorek dari dust collector dan
pengendap abu dalam sistem pembakaran ketel. Dalam Dust Collector terdapat
celah-celah, sehingga dengan gaya sentrifugal partikel-partikel debu yang
mempunyai massa yang lebih besar akan terlempar lebih jauh dan akan membentur
dinding dan akhirnya jatuh ke penampung abu karena adanya gaya gravitasi.
Kemudian disiram dengan air dan dipindahkan dengan lori untuk kemudian dengan
menggunakan truk dibuang ke tempat penampungan yang telah disediakan (land
fill) yaitu dengan menanamnya dalam tanah. Tanah yang dicaritidak dekat dengan
permukiman padat penduduk dan tanah ialah milik perusahaan. PG Krebet Baru
memiliki lahan land fill yaitu di desa Talangsuko tidak jauh dari lokasi
pabrik. Selain itu dapat diberikan langsung ke masyarakat sekitar sebagai tanah
urukan dan campuran pupuk. Selain itu, abu dapat juga dimanfaatkan menjadi bata
abu tebu. Aplikasi bata abu tebu adalah sebagai dinding pengisi dan bata
tempelan, yang dapat di ekspos pada dinding. Bata abu tebu bersifat tahan air
dan dapat diproduksi sesuai kebutuhan desain.
3.
Blotong
Blotong adalah
limbah padat yang dihasilkan dari stasiun pemurnian, dengan mekanisme penapisan
nira kotor pada vacum filter dengan nira kotor yang terdapat pada door
clrrifier, yang telah diberi bahan-bahan tambahan. Jika dibuang ke sungai maka
akan menyebabkan kadar oksigen terlarut dalam air akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan air menjadi keruh, gelap dan berbau kurang sedap, karena bakteri
merombak bahan organik menjadi senyawa sederhana. Blotong dapat diolah menjadi
pupuk organik, sebagai penyubur atau memperbaiki struktur tanah terutama pada
lahan kering karena blotong banyak mengandung bahan penyubur tanah seperti
Nitrogen (N2), P2O5, CaO, humus dan lain-lain.
Upaya-upaya yang diberikan PG.
Krebet agar blotong dapat dimanfaatkan kembali ialah :
·
Pabrik menyediakan tempat penampungan sementara
·
Menambah conveyor blotong langsung ke truk
·
Blotong di jual kepada petani yang selanjutnya
oleh petani digunakan sebagai pupuk organik.
·
Blotong digunakan sebagai bahan bakar pembakaran
seperti batu bata, pembakaran kapur, dan sebagainya. Bila blotong diubah bentuknya,
yaitu dengan jalan dicetak dan dikeringkan untuk menjadi bahan bakar.
Bioenergi
merupakan salah satu sumber energi yang berasal dari biomassa. Indonesia
sebagai negara agraris yang terletak di daerah khatulistiwa merupakan negara
yang kaya akan potensi bioenergi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
dalam bentuk cair (biodiesel, bioethanol), gas (biogas), padat maupun
sebagai listrik. Potensi bioenergi yang berasal dari limbah biomassa
diperkirakan mencapai 49.810 MW.
Berdasarkan
data yang ada, pemanfaatan bioenergi hingga saat ini baru mencapai sekitar
1.618 MW atau sekitar 3,25% dari potensi yang ada. Minimnya pemanfaatan potensi
bioenergi tersedia, menurut Menteri, menjadi fokus perhatian dari Kementerian
ESDM dan menjadi salah satu agenda utama pengembangan energi baru dan energi
terbarukan di Indonesia.
Ditambahkannya,
melalui pemanfaatan teknologi bioenergi, Indonesia tidak hanya dapat
meningkatkan ketahanan energinya, namun juga mempunyai kesempatan yang besar di
dalam memberikan kontribusi terhadap penyediaan energi bersih kepada masyarakat
dunia.
Potensi dalam
pengembangan bioenergi adalah industri gula untuk pengolahan bioetanol dan
penyediaan tenaga listrik nasional. Oleh karena itu, sejak akhir 2008,
Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memberlakukan kewajiban pemanfaatan biodiesel
dan bioethanol secara bertahap terutama pada sektor transportasi
darat.
Pengolahan
limbah pada pabrik Gula harusnya ada pihak yang menaganinya sendiri, membentuk
unit yang secara kusus menangani permasalahan ini dan dapat dimanfaatkan dengan
dijual sehingga dana dari penjualan limbah dapat dijadikan sebagai dana
kebersihan ataupun membangun pabrik pengolahan limbah gula.
Limbah
gula memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai bioetanol dan
diolah dengan baik, selanjutnya dipasarkan kepada masyarakat. Pabrik gula
harusnya jeli melihat potensi ini dan segera membentuk unit penanganan limbah
gula. Untuk kemudian dikembangkan dan dipasarkan kepada pihak yang membutuhkan.
uuu
BalasHapusuuu
BalasHapus