Jumat, 28 Desember 2012

Potensi Bioenergi Pada Limbah Pabrik Gula


karya : Mayang Anglingsari Putri

Gula adalah salah satu kebutuhan pokok yang digemari masyaraka Indonesia. Seperti pepatah yang mengatakan “Ada Gula Ada Semut” bukan hanya semut saja yang berlomba untuk mencicipi manisnya gula namun banyak orang yang ikut berbisnis, berlomba lomba untuk terjun pada bisnis ini karena bisnis gula pasir di negeri ini dianggap menjanjikan. Bisa dilihat, apa jenis makanan dan minuman yang kita santap sehari-hari yang tidak membutuhkan gula pasir, dari berbagai macam roti, minuman, makanan semuanya membutuhkan gula pasir sebagai bahan baku utama maupun tambahan.

Tapi tingginya konsumsi gula itu tidak diimbangi dengan pengolahan limbah yang maksimal di. Tingginya permintaan konsumen, membuat tingginya juga permintaan tebu dan pengolahannya yang dilakukan secara besar besaran. Pengolahan ini menimbulkan produksi gula yang banyak dan juga limbah yang banyak pula. Pabrik gula merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah, baik limbah padat, gas, maupun limbah cair. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula ini menjadi salah satu permasalahan karena dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Limbah merupakan buangan hasil produksi yang kehadirannya pada waktu dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena akan memberikan pengaruh yang merugikan (Saeni, 1998 dalam Adityanto, 2007). Dibandingkan dengan limbah padat dan gas, limbah cair lebih menjadi sorotan karena limbah cair ini akan dibuang ke sungai yang airnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat.
Limbah yang dihasilkan dari proses produksi gula kristal dibagi menjadi limbah padat (abu, blotong, dan ampas), limbah cair (limbah cair berat dan limbah cair ringan), dan gas (gas dari pembakaran listrk dan dari genset listrik). Setiap jenis limbah ini ditangani dengan cara yang berbeda.Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah.
Potensi bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas (bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen.

1.      Ampas
Ampas diiperoleh pada stasiun penggilingan, dimana terjadi proses pemerahan tebu yang memisahkan bagian cair dan padat. Bagian cairnya merupakan nira, sedangkan bagian yang padatnya inilah yang disebut sebagai ampas. Ampas yang diperoleh ini kemudian dipisahkan antara yang kasar dan halus. Ampas kasar dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel uap sedangkan ampas halus (8 % tebu) dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk nira kotor dalam pembuatan blotong.
Limbah ini dapat pula dimanfaatkan menjadi kanvas rem dengan cara ampas kasar dan halus dibakar dengan suhu 600°C, sehingga menghasilkan arang (karbon) kasar dan arang halus.
2.      Abu
Abu adalah limbah padat yang berasal dari sisa pembakaran pada bahan bakar boiler. Bahan bakar boiler ini sendiri berasal dari ampas kasar hasil penggilingan.
Penanganannya Diawali dengan mengeluarkan abu yang terdapat pada sistem boiler dengan cara abu tersebut dikorek dari dust collector dan pengendap abu dalam sistem pembakaran ketel. Dalam Dust Collector terdapat celah-celah, sehingga dengan gaya sentrifugal partikel-partikel debu yang mempunyai massa yang lebih besar akan terlempar lebih jauh dan akan membentur dinding dan akhirnya jatuh ke penampung abu karena adanya gaya gravitasi. Kemudian disiram dengan air dan dipindahkan dengan lori untuk kemudian dengan menggunakan truk dibuang ke tempat penampungan yang telah disediakan (land fill) yaitu dengan menanamnya dalam tanah. Tanah yang dicaritidak dekat dengan permukiman padat penduduk dan tanah ialah milik perusahaan. PG Krebet Baru memiliki lahan land fill yaitu di desa Talangsuko tidak jauh dari lokasi pabrik. Selain itu dapat diberikan langsung ke masyarakat sekitar sebagai tanah urukan dan campuran pupuk. Selain itu, abu dapat juga dimanfaatkan menjadi bata abu tebu. Aplikasi bata abu tebu adalah sebagai dinding pengisi dan bata tempelan, yang dapat di ekspos pada dinding. Bata abu tebu bersifat tahan air dan dapat diproduksi sesuai kebutuhan desain.
3.      Blotong
Blotong adalah limbah padat yang dihasilkan dari stasiun pemurnian, dengan mekanisme penapisan nira kotor pada vacum filter dengan nira kotor yang terdapat pada door clrrifier, yang telah diberi bahan-bahan tambahan. Jika dibuang ke sungai maka akan menyebabkan kadar oksigen terlarut dalam air akan berkurang sehingga dapat menyebabkan air menjadi keruh, gelap dan berbau kurang sedap, karena bakteri merombak bahan organik menjadi senyawa sederhana. Blotong dapat diolah menjadi pupuk organik, sebagai penyubur atau memperbaiki struktur tanah terutama pada lahan kering karena blotong banyak mengandung bahan penyubur tanah seperti Nitrogen (N2), P2O5, CaO, humus dan lain-lain.
Upaya-upaya yang diberikan PG. Krebet agar blotong dapat dimanfaatkan kembali ialah :
·             Pabrik menyediakan tempat penampungan sementara
·             Menambah conveyor blotong langsung ke truk
·             Blotong di jual kepada petani yang selanjutnya oleh petani digunakan sebagai pupuk organik.
·             Blotong digunakan sebagai bahan bakar pembakaran seperti batu bata, pembakaran kapur, dan sebagainya. Bila blotong diubah bentuknya, yaitu dengan jalan dicetak dan dikeringkan untuk menjadi bahan bakar.
Bioenergi merupakan salah satu sumber energi yang berasal dari biomassa. Indonesia sebagai negara agraris yang terletak di daerah khatulistiwa merupakan negara yang kaya akan potensi bioenergi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam bentuk cair (biodiesel, bioethanol), gas (biogas), padat maupun sebagai listrik. Potensi bioenergi yang berasal dari limbah biomassa diperkirakan mencapai 49.810 MW.
Berdasarkan data yang ada, pemanfaatan bioenergi hingga saat ini baru mencapai sekitar 1.618 MW atau sekitar 3,25% dari potensi yang ada. Minimnya pemanfaatan potensi bioenergi tersedia, menurut Menteri, menjadi fokus perhatian dari Kementerian ESDM dan menjadi salah satu agenda utama pengembangan energi baru dan energi terbarukan di Indonesia.
Ditambahkannya, melalui pemanfaatan teknologi bioenergi, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan ketahanan energinya, namun juga mempunyai kesempatan yang besar di dalam memberikan kontribusi terhadap penyediaan energi bersih kepada masyarakat dunia.
Potensi dalam pengembangan bioenergi adalah industri gula untuk pengolahan bioetanol dan penyediaan tenaga listrik nasional. Oleh karena itu, sejak akhir 2008, Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memberlakukan kewajiban pemanfaatan biodiesel dan bioethanol secara bertahap terutama pada sektor transportasi darat.
Pengolahan limbah pada pabrik Gula harusnya ada pihak yang menaganinya sendiri, membentuk unit yang secara kusus menangani permasalahan ini dan dapat dimanfaatkan dengan dijual sehingga dana dari penjualan limbah dapat dijadikan sebagai dana kebersihan ataupun membangun pabrik pengolahan limbah gula.
Limbah gula memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai bioetanol dan diolah dengan baik, selanjutnya dipasarkan kepada masyarakat. Pabrik gula harusnya jeli melihat potensi ini dan segera membentuk unit penanganan limbah gula. Untuk kemudian dikembangkan dan dipasarkan kepada pihak yang membutuhkan.